Selasa, Februari 07, 2012

Gangguan Psikosomatis

GANGGUAN PSIKOSOMATIK

Penggunaan kata "psikosomatik "baru digunakan pada awal tahun 1980-an. Istilah tersebut dapat ditemukan pada abad ke-19 pada penulisan oleh seorang psikiater Jerman Johann Christian Heinroth dan psikiater lnggns John Charles Bucknill.

Nosologi DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) Psikosomatis Untuk membuat kategori secara klinis, DSM-IV mengandung format subkategorisasi yang membuat dokter dapat menspesifikasikan jenis faktor psikologis atau tingkah laku yang mempengaruhi kondisi medis pasien. Faktor-faktor tersebut dirancang sedemikian mencakup jangkauan yang luas dari fenomena psikologis dan tingkah laku yang tampaknya mempenganuhi kesehatan fisik.

Kriteria Diagnostik Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Kondisi Medis

  1. Adanya suatu kondisi medis umum (dikodekan dalam Aksis III)
  2. Faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis umum dengan salah satu cara berikut:
    1. Faktor yang mempengaruhi perjalanan kondisi medis umum ditunjukkan oleh hubungan erat antara faktor psikologis dan perkembangan atau eksaserbasi dan, atau keterlambatan penyembuhan dan, kondisi medis umum.
    2. Faktor yang mengganggu pengobatan kondisi medis umum.
    3. Faktor yang membuat risiko kesehatan tambahan bagi individu.
    4. Respons fisiologis yang berhubungan dengan stres menyebabkan atau mengeksaserbasi gejala-gejala kondisi medis umum.

Pilihlah nama bendasarkan sifat faktor psikologis (bila terdapat lebih dan satu faktor, nyatakan yang paling menonjol)

Gangguan mental mempengaruhi kondisi medis (seperti gangguan depresif berat memperiambat pemulihan dan infark miokardium)

Gejala psikologis mempengaruhi kondisi medis (misalnya gejala depresif memperlambat pemulihan dan pembedahan; kecemasan mengeksaserbasi asthma)

Sifat kepribadlan atau gaya menghadapi masalah mempengaruhi kondisi medis (misalnya penyangkaian psikologis terhadap pembedahan pada seorang pasien kanker, perilaku bermusuhan dan tertekan menyebabkan penyakit kandiovaskular).

Perilaku kesehatan maladaptif mempengaruhi kondisi medis (misalnya tidak olahraga, seks yang tidak aman, makan benlebihan).

Respon fisiologis yang berhubungan dengan stres mempengaruhi kondisi medis umum (misalnya eksaserbasi ulkus, hipertensi, aritmia, atau tension headache yang berhubungan dengan stres).

Faktor psikologis lain yang tidak ditentukan mempengaruhi kondisi medis (misalnya faktor interpersonal, kultural, atau religius)

I. Gangguan Gastrointestinal

  1. Ulkus Peptikum
    • Merupakan ulserasi pada membran mukosa lambung atau duodenum, berbatas jelas, menemus ke mukosa muskularis dan terjadi di daerah yang terkena asam lambung dan pepsin.
    • Etiologi Teori spesifik
    • Alexander menghipotesiskan bahwa frustasi kronis dari kebutuhan ketergantungan yang kuat menyebabkan konflik bawah sadar yang spesifik.
    • Konflik bawah sadar tersebut menyinggung ketergantungan kuat akan keinginan reseptif-oral untuk disayangi dan dicintai, menyebabkan rasa lapar dan kemarahan bawah sadar yang regresif dan kronis.
    • Reaksi dimanifestasikan secara psikologis oleh hiperaktivitas vagal persisten yang menyebabkan hipersekresi asam lambung, yang terutama jelas pada orang yang memiliki predisposisi genetik. Pembentukan ulkus dapat terjadi.
    • Faktor genetik dan kerusakan atau penyakit organ yang telah ada sebelumnya (contohnya gastritis)adalah penyebab yang penting.
    • Terapi
    • Psikoterapi diarahkan pada konflik ketergantungan pasien.
    • Biofeedback dan terapi relaksasi berguna.
    • Terapi medis dengan cimetidine (Tagamet), ranitidine (Zantac), sucralfate (Carafate), atau famotidine (Pepcid), serta pengendalian diet diindikasikan dalam penatalaksanaan ulkus. Obat antimikrobial pada ulkus akibat H. Pylon.
  2. Kolitis Ulseratif
    • Penyakit ulseratif inflamatoris kronis pada kolon, biasanya disertai diare berdarah. Insidensi familial dan faktor genetik penting.
    • Tipe kepribadian: sifat kepribadian kompulsif yang menonjol. Pasien adalah seorang yang pembersih, tertib, rapi, tepat waktu, hiperintelektual, malu­malu, dan terinhibisi dalam mengungkapkan kemarahan.
    • Etiologi Teori spesifik:
    • Alexander menggambarkan kumpulan konflik spesifik pada kolitis ulseratif yaitu ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban (biasanya tidak patuh) sampai kepada inti ketergantungan. Ketergantungan yang mengalami frustasi menstimulasi perasaan agresif-oral, menyebabkan rasa bersalah dan kecemasan. Menghasilkan pemulihan melalui diare.
    • Terapi
    • Psikoterapi yang tidak konfrontatif dan suportif diindikasikan pada kolitis ulseratif.
    • Terapi medis seperti obat antikolinergik dan antidiare.
  3. Obesitas
    • Akumulasi lemak berlebihan; berat badan melebihi 20 % berat badan seharusnya.
    • Pertimbangan psikosomatik
    • Terdapat predisposisi genetik dan faktor perkembangan awal ditemukan pada obesitas masa anak-anak.
    • Faktor psikologis penting pada obesitas hiperfagik (makan berlebihan), khususnya pada makan pesta pora.
    • Faktor psikodinamika yang diajukan antara lain fiksasi oral, regresi oral, dan penilaian berlebihan terhadap makanan.
    • Pasien memiliki riwayat penghindaran terhadap citra tubuh dan kebiasaan awal yang buruk dalam asupan makanan.
    • Terapi
    • Dikendalikan melalui pembatasan diet dan penurunan asupan kalori.
    • Dukungan emosional dan modifikasi perilaku membantu mengatasi kecemasan dan depresi yang berhubungan dengan makan berlebihan dan diet.
  4. Anoreksia Nervosa Perilaku yang diarahkan untuk:
    • Menghilangkan berat badan.
    • Pola aneh dalam menangani makanan.
    • Penurunan berat badan.
    • Rasa takut yang kuat terhadap kenaikan berat badan.
    • Gangguan citra tubuh.
    • Amenore pada wanita.

II. Gangguan Kardlovaskular

  1. Penyakit Arteri Koroner
    • Penurunan aliran darah ke jantung. Ditandai oleh rasa nyeri, tidak nyaman, tekanan pada dada dan jantung secara episodik.
    • Biasanya ditimbuikan oleh penggunaan tenaga dan stres.
    • Tipe kepribadian
    • Flanders Dunbar: pasien penyakit koroner berkepribadian agresif­kompulsif, cendenung bekerja dengan waktu panjang, dan untuk meningkatkan kekuasaan.
    • Meyer Fiedman dan Ray Rosenman: kepriibadian tipe A dan B.
    • Kepribadian tipe A berhubungan kuat dengan penyakit jantung koroner. Orang yang berorientasi tindakan berjuang keras untuk mencapai tujuan dengan cara permusuhan yang kompetitif. Memiliki peningkatan jumlah lipoprotein densitas rendah, kolesterol serum, trigliserida, dan 17- hidroksikolestenol.
    • Kepribadian tipe B: santai, kurang agresif, kurang aktif berjuang mencapai tujuannya.
    • Terapi: Jika terjadi oklusi koroner, digunakan berbagai medikasi bagi status jantung pasien. Untuk menghilangkan ketegangan psikis, digunakan psikotropika (contoh diazepam / valium). Rasa sakit diobati dengan analgesik (contoh morfin). Terapi medis harus suportif dengan penekanan psikologis untuk menghilangkan stres psikis, kompulsif, dan ketegangan.
  2. Hipertensi Esensial
    • Tipe kepribadian
    • Orang hipertensif tampak dari luar menyeriangkan, patuh, dan kompulsif; walaupun kemarahan mereka tidak diekspresikan secara terbuka, memiliki banyak kekerasan yang terhalangi.
    • Predisposisi genetik untuk hipertensi; yaitu bila terjadi stres kronis pada kepribadian kompulsif yang telah merepresi dan menekan kekerasan.
    • Terapi: Psikoterapi suportif dan teknik perilaku (contoh: biofeedback, meditasi, terapi relaksasi). Pasien harus patuh dengan regimen medikasi anti hipertensi.
  3. Gagal Jantung Kongestif
    • Gangguan di mana jantung gagal memompa darah secara normal, menyebabkan kongesti paru dan menurunkan aliran darah jaringan dengan penurunan curah Jantung.
    • Faktor psikologis, seperti stres dan konflik emosional nonspesifik, seringkali bermakna dalam mulainya atau eksaserbasi gangguan.
    • Psikoterapi suportif penting dalam pengobatannya.
  4. Sinkop Vasomotor (Vasodepresor)
    • Ditandai oleh kehilangan kesadaran (pingsan) secara tiba-tiba yang disebabkan oleh serangan vasovagal.
    • Menurut Franz Alexander, rasa khawatir atau takut menghambat impuls untuk berkelahi atau melarikan diri. Dengan demikian menampung darah di anggota gerak bawah, dari vasodilatasi pembuluh darah di dalam tungkai. Reaksi tersebut menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, penurunan pasokan darah ke otak, dan akibatnya hipoksia otak dan kehilangan kesadaran.
    • Terapi: Psikoterapi harus digunakan untuk menentukan penyebab ketakutan atau trauma yang berhubungan dengan sinkop
  5. Aritmia Jantung
    • Aritmia yang potensial membahayakan hidup (seperti palpitasi, takikardi ventrikular, dan fibrilasi ventrikular), kadang-kadang terjadi bersama dengan luapan emosional.
    • Juga berhubungan dengan trauma emosional adalah takikardi sinus, perubahan gelombang ST dan gelombang T, peningkatan katekolamin plasma, dan konsentrasi asam lemak bebas.
    • Stres emosional tidak spesifik, dan penjelasan kepribadian yang berhubungan dengan gangguan.
    • Terapi: Psikoterapi dan obat penghambat beta (propanolol, dll)
  6. Fenomena Raynaud
    • Sianosis bilateral paroksismal idiopatik pada jail karena kontraksi arteniolan.
    • Kontraksi arteniolar seringkali disebabkan oleh stres ekstemal.
    • Terapi: dapat diobati dengan psikoterapi suportif, relaksasi progresif, atau biofeedback dengan melindungi tubuh dari dingin dan menggunakan sedatif ringan.
    • Merokok harus dihentikan.
  7. Jantung Psikogenik Bukan Penyakit
    • Pasien menunjukkan keprihatinan morbid tentang jantungnya dan rasa takut akan penyakit jantung yang meningkat.
    • Rasa takut dapat timbul dan masalah kecemasan, yang dimanifestasikan oleh fobia atau hipokondriasis parah, sampai keyakinan vaham bahwa mereka menderita penyakit jantung.
    • Banyak pasien menderita akibat sindroma yang kurang jelas ini seringkali dinamakan astenia neurosirkulatorik.
    • Astenia neurosirkulatonik pertama kali digambarkan tahun 1871 oleh Jacob M. DaCosta, yang menamakannya jantung iritabel (irritable hearth).
    • Dokter psikiatrik cenderung memandang sebagai varian klinik dari gangguan kecemasan, walaupun tidak ditemukan dalam DSM-IV.
    • >Kriteria diagnostik astenia neurosirkulatorik:
    • Keluhan pemapasan seperti pemapasan yang resah, tidak dapat menarik napas dalam, tercekik dan tersedak, dan sesak napas.
    • Palpitasi, nyeri dada, atau rasa tidak enak.
    • Kegugupan, pening, pingsan, atau rasa tidak enak di puncak kepala.
    • Kelelahan yang tidak hilang-hilang atau pembatasan aktivitas.
    • Keringat berlebihan, insomnia, dan iritabilitas.
    • Gejala biasanya mulai pada mulai masa remaja atau pada awal usia 20-an.
    • Gejala tertentu adalah dua kali lebih sering pada wanita dan cenderung kronis, dengan eksaserbasi akut rekuren.
    • Terapi:
    • Penatalaksanaan astenia neurosirkulatorik mungkin sulit. Elemen fobik adalah menonjol.
    • Psikoterapi ditujukan untuk mengungkapkan faktor psikodinamik-seringkali menghubungkan dengan permusuhan, impuls seksual yang tidak dapat diterima, ketergantungan, rasa bersalah, dan kecemasan akan mati. Tetapi mungkin efektif pada beberapa kasus, karena beberapa pasien mungkin menghindari bantuan psikiatrik.
    • Teknik perilaku lain mungkin berguna. Program latihan fisik ditujukan untuk mengkoreksi kebiasaan pemapasan yang buruk dan secara bertahap meningkatkan toleransi kerja pasien. Program ini dapat dikombinasikan dengan psikoterapi kelompok.

III. Gangguan Pemapasan

  1. Asma Bronkialis
    • Penyakit obstruktif rekuren pada jalan napas bronkial, cenderung berespon terhadap berbagai stimuli dengan konstriksi bronkial, edema, dan sekresi yang berlebihan.
    • Faktor genetika, alergik, infeksi, dan stres akut dan kronis berkombinasi untuk menimbulkan penyakit.
    • Faktor psikologis: tidak ada tipe kepribadian spesifik yang telah diidentifikasi. Alexander mengajukan faktor konfliktual psikodinamika, karena ia menemukan pada banyak pasien asma adanya harapan yang tidak disadari akan perlindungan dan untuk diselubungi oleh ibu atau pengganti ibu. Tokoh ibu cenderung bersikap melindungi adan cemas secara berlebihan, perfeksionis, berkuaasa, dan menolong. Jika proteksi tersebut tidak didapatkan, serangan asthma terjadi, karena ia menemukan pada banyak pasien asma adanya harapan yang tidak disadari akan perlindungan dan untuk diselubungi oleh ibu atau pengganti ibu. Tokoh ibu cenderung bersikap melindungi adan cemas secara berlebihan, perfeksionis, berkuaasa, dan menolong. Jika proteksi tersebut tidak didapĂ tkan, serangan asma terjadi.
    • Terapi: beberapa pasien asma membaik dengan dipisahkan dan ibu (disebut parentektomi). Semua psikoterapi standar digunakan: individual, kelompok, perilaku(desensitisasi sistematik), dan hipnotik.6,8,9
  2. Hay Fever
    • Faktor psikologis yang kuatberkombinasi dengan elemen alengi.
    • Terapi: faktor psikiatrik, medis, dan alergik harus dipertimbangkan.
  3. Sindroma Hiperventilasi
    • Pasien hiperventilasi bennapas cepat dan dalam selama beberapa menit, merasa ningan, dan selanjutnya pingsan karena vasokonstriksi serebral dan alkalosis respiratonik.
    • Differential diagnosis pada psikiatrik adalah serangan kecemasan, panik, skizofnenia, gangguan kepribadian histnionik, dan keluhan fobik atau obsesif
    • Terapi: harus diberikan instruksi atau latihan ulang benhubungan dengan gejala tertentu dan bagaimana gejala tersebut ditimbulkan oleh hiperventilasi, sehingga pasien secana sadar menghindani pencetus gejala. Bemafas ke dalam sebuah kantong dapat menghentikan serangan. Psikoterapi suportif juga diindikasikan.
  4. Tuberkulosis
    • Onset dan perburukan tubenkulosis seringkali berhubungan dengan stres akutdan kronis.
    • Faktor psikologis mempenganuhi sistem kekebalan dan mungkin mempengaruhi dayatahan pasien terhadap penyakit.
    • Penanan stres pada insidensi tuberkulosis belum dipelajari secara menyeluruh, tetapi sebagian besan pasien AIDS memiliki komplikasi psikiatrik dan neunologis dan besar kemungkinannya mengalami stres.
    • Psikoterapi suportif berguna karena adanya peranan stres dan situasi psikososial yang rumit.

IV. Gangguan Endokrin

  1. Hipertiroidisme
    • Suatu sindroma yang ditandai oieh perubahan biokimiawi danpalkologis yang terjadi sebagai akibat dan kelebihan hormon_tiroid~eñdogen atau eksogen yang kronis.
    • Pertimbangan psikosomatik
    • Pada orang yang terpredisposisi secara genetik, stres seringkali disentai dengan onset hipertiroidisme.
    • Menurut teori psikoanalitik, selama masa anak-anak, pasien hipertiroid memiliki penlekatan yang tidak lazim dan ketergantungan pada onangtua, biasanya kepada ibu. Mereka menjadi tidak tahan terhadap ancaman penolakan dani ibu. Sebagai anak-anak, pasien tersebut seringkali memiliki dukungan yang tidak adekuat karena stres ekonomi, perceraian, kematian, atau banyak saudara kandung. Keadaan ml menyebabkan stres awal dan pemakaian benlebihan sistem endoknin dan frustrasi lebih lanjut. Dukungan yang tidak adekuat karena stres ekonomi, perceraian, kematian, atau banyak saudara kandung. Keadaan ml menyebabkan stnes awal dan pemakaian benlebihan sistem endoknin dan frustrasi lebih lanjut.
    • Terapi: medikasi antitiroid, tranquilizer, dan psikotenapi suportif.
  2. Diabetes Melitus
    • Gangguan metabolisme dan sistem vaskular dimanifestasikan gangguan pengaturan giukosa, lemak, dan protein tubuh
    • Onset yang mendadak seringkali berhubungan dengan stres emosional, yang mengganggu keseimbangan homeostatik pada pasien yang terpredisposisi.
    • Faktor psikologis yang tampaknya penting adalah faktor yang mencetuskan perasaan fnustnasi, kesepian, dan kesedihan.
    • Pasien diabetik biasanya mempertahankan kontnol diabetiknya. Jika mengalami depresi atau merasa sedih, mereka seringkaii makan atau ininum benlebihan yang merusak diri sendini, sehingga diabetes menjadi tidak terkendali.
    • Terapi: psikotenapi suportif dipenlukan untuk mencapai kerjasama dalam penatalaksanaan medis dani penyakit kompleks. Terapi harus mendorong pasien diabetik untuk menjalani kehidupan senonmal mungkin, dengan menyadari bahwa mereka memiliki penyakit kronis yang dapat ditangani.
  3. Gangguan Endokrin Wanita
    1. Sindroma pramenstruasi (Premenstrual Syndrome! PMS)
      • Merupakan gangguan disforik pramenstruasi, ditandai oleh perubahan subjektmfsikiis dalam mood dan rasa kesehatan fisik dan psikologis umum yang berhubungan dengan siklus menstruasi.
      • Gejala biasanya dimulai segera setelah ovulasi, meningkat secana bertahap, dan mencapai intensitas maksimum kira-kira lima han sebelum menstruasi dimulai.
      • Faktor psikologis, sosial, dan biologis telah terlibat di dalam patogenesis gangguan.
      • Perubahan kadar estrogen, progesteron, androgen, dan proiaktin telah dihipotesiskan berperan penting dalam penyebab.
      • Peningkatan prostaglandin tenlibat dalam rasa nyerii yang benhubungan dengan gangguan.
      • Gangguan disfonik paramenstruasi juga terjadi pada wanita setelah menopause dan setelah histerektomi.
    2. Penderltaan Menopause (Menopause Distress)
      • Peristiwa fisiologis alami, terjadi setelah tidak ada peniode menstnuasi selama satu tahun. Juga teijadi segera setelah pengangkatan ovarium.
      • Gejala psikologis tenmasuk kelelahan, kecemasan, ketegangan, labilitas emosional, initabilitas (mudah marah), depresi, dan insomnia.
      • Tanda dan gejala fisik adalah keringat malam, muka merah, rasa panas (hot flushes)
      • Faktor psikologis dan psikososial
      • Wanita yang sebelumnya mengalami kesulitan psikologis, seperti harga diri yang rendah dan kepuasan hidup rendah, kemungkinan rentan terhadap kesulitan selama menopause.
      • Respon seorang wanita terhadap menopause telah ditemukan sejalan dengan responnya dengan peristiwa kehidupan panting di dalam hidupnya, seperti pubertas dan kehamilan.
      • Wanita yang tenikat pada banyak melahirkan anak dan aktivitas mengasuh anak paling rentan untuk mendenita selama tahun-tahun menopause.
      • Permasalahan tentang ketuaan, kehilangan kemampuan metahinkan anak, dan perubahan penampilan dipusatkan pada kepentingan sosial dan simbolik yang melekat pada perubahan fisik menopause.
      • Penelitian epidemiologis tidak menunjukkan peningkatan gejala gangguan mental atau depresi selama tahun-tahun menopause, dan penelitian tentang keluhan psikologis tidak menemukan adanya frekuensi yang lebih besar pada wanita menopause.
      • Terapi: gangguan psikologis harus dipeniksa dan diobati tenutama oleh tindakan psikotenapetik dan sosioterapettik yang sesuai. Psikoterapi harus tenmasuk penggalian stadium kehidupan dan anti ketuaan dan reproduksi bagi pasien. Pasien harus didorong untuk menenima menopause sebagai penistiwa kehidupan alami dan untuk mengembangkan aktivitas, ininat, dan kepuasaan baru. Psikoterapi juga harus memperhatikan dinamika keluarga. Sistem pendukung keluarga dan sosial Iainnya jika diperlukan.
    3. Amenore Idiopatik
      • Hilangnya siklus menstruasi normal pada wanita yang tidak hamil dan pramenopause tanpa adanya kelainan stuktural otak, hipofisis, atau ovarium.
      • Amenore dapat teijadi sebagai salah satu cmi sindroma psikiatrik klinis yang kompleks, seperti anoneksia nervosa dan pseudokiesis.
      • Fungsi menstruasi yang terganggu (menstruasi yang lebih cepat atau lambat) adalah respons seorang wanita sehat terhadap stres. Stres ringan seperti meninggalkan numah untuk masuk ke perguruan tinggi atau stres berat dapat berpenganuh.
      • Sebagian besar wanita, siklus menstruasi kembali normal tanpa adanya intervensi medis, walaupun kondisi stres terus berjalan.
      • Psikoterapi dilakukan untuk alasan psikologis, bukan hanya sebagai nespon terhadap gejala amenone. Jika amenore sukar diobati, psikoterapi dapat membantu memulihkan menstruasi yang teratur.

V. GANGGUAN KULIT

  1. Pruritus menyeluruh
    • lstilah “pruritus psikogenik menyeluruh” (generalized psychogenic pruritis) menyatakan bahwa tidak ada penyebab organik.
    • Konflikemosional tampaknya menyebabkan terjadinya gangguan.
    • Emosi yang paling sering menyebabkan pruritus psikogenik menyeluruh adalah kemarahan dan kecemasan yang terepresi. Kebutuhan akan perhatian merupakan karakteristik umum pada pasien.
    • Menggaruk kulit memberikan kepuasaan pengganti utnuk kebutuhan yang mengalami frustrasi, dan menggaruk mencerminkan agresi yang dibalikkan kepada diri sendiri
  2. Pruritus setempat
    • Pruritus ani. Penelitian menunjukkan riwayat iritasi lokal atau faktor sisemik umum. Keadaan ini merupakan keluhan yang mengganggu pekerjaan dan aktivitas sosial. Penelitian terhadap sejumlah besar pasien mengungkapkan bahwa penyimpangan kepribadian seringkali mendahului kondisi dan gangguan emosional seringkali mencetuskan gejala ini.
    • Pruritus vulva. Pada beberap pasien, kesenangan yang didapat dani menggosok dan menggaruk adalah disadani. Mereka menyadari bahwa ml adalah simbolik dan masturbasi. Tetapi elemen kesenangan dinepresi. Sebagian besar pasien yang diteliti memberikan riwayat panjang frustrasi seksual, seringkali diperkuat pada saat onset pruritus.
  3. Hiperhidrosis
    • Keadaan takut, marah, dan tegang dapat menyebabkan meningkatnya sekresi keringat.
    • Benkeringat pada manusia memiliki dua bentuk berbeda: termal dan emosional.
    • Berkeringat emosional terutama pada telapak tangan, telapak kaki, dan aksiia. Berkeringat termal paling jelas pada dahi, leher, batang tubuh, punggung tangan, dan lengan bawah.
    • Kepekaan nespon berkeringat emosional merupakan dasan untuk pengukunan keringat melalui respon kulit galvanik (alat penting dalam penelitian psikosomatik), biofeedback, dan poligrafi (tes detektor kebohongan.
    • Di bawah keadaan stres emosional, hipenhidnosis menyebabkan perubahan kulitsekunder, warn kulit, lepuh, dan infeksi.
    • Hiperhidrosis dapat dipandang sebagal fenomena kecemasan yang diperantarai oleh sistern sanafotonom.

VI. GANGGUAN MUSKULOSKELETAL

  1. Artrltls Rematold
    • Ditandai oleh nyeri muskuloskeletal kronis yang disebabkan oleh penyakit peradangan pada sendi.
    • Memiliki faktor penyebab herediter, alergik, mmunologi, dan psikologi yang penting.
    • Stres psikologis mempredisposisikan pasien pada artritis rematoid dan penyakitautoimun lain melalui supresi kekebalan.
    • Pasien merasa tenkekang, terikat, dan terbatas. Mereka seringkali memiliki rasa marah yang terepresi karena terbatasnya fungsi otot-otot mereka, sehingga memperberatkekakuan dan imobilitas mereka.
    • Terapi: psikoterapi suportif selama serangan kronis. Istirahat dan latihan harus terstnuktur, dan pasien harus didorong untuk tidak menjadi tenikat pada tempat tidur dan kembali ke aktivitas mereka sebelumnya.
  2. LowBackPain
    • Nyeri punggung bawah seringkali dilaponkan pasien bahwa nyerinya dimulai pada saat trauma psikologis atau stres.
    • Reaksi pasien terhadap nyeri tidak sebandmng secara emosional, dengan kecemasan dan depresi yang berlebihan.
    • Terapi berupa psikotenapi suportif tentang trauma emosional pencetus, terapi relaksasi, dan biofeedback. Pasien harus didorong kembali ke aktivitas mereka segera mungkin.

VII .PSIKO-ONKOLOGI

Karena kemajuan pengobatan telah mengubah bahwa kanker dari tidak dapat disembuhkan menjadi penyakit yang seringkali kronis dan sering dapat diobati, aspek psikiatrik dan kanker (reaksi terhadap diagnosis dan terapi) semakin penting.

Masalah Paslen

Jika pasien mengetahui bahwa mereka menderita kanken, reaksi psikologis mereka adalah rasa takut akan kematian, cacat, ketidakmampuan, rasa takut ditelantarkan dan kehilangan kemandirian, rasa takut diputuskan dan hubungan, fungsi peran, dan finansial; dan penyangkalan, kecemasan, kemarahan, dan rasa bersalah. Kira-kira separuh pasien kanken menderita gangguan mental. Di antaranya gangguan penyesuaian (68%). Dengan gangguan depresif berat (13%) dan delirium (8%) merupakan diagnosis selanjutnya yang tersering. Walaupun pikiran dan keinginan bunuh diri sering ditemukan pada pasien kanker, insidensi bunuh din sebenarnya hanya 1.4 sampai 1.9 kali dari yang ditemukan pada populasi umum

Faktor Kerentanan Bunuh Diri pada Paslen Kanker

  • Depresi dan putus asa
  • Nyeri yang tidakterkendali baik
  • Delirium ringan (disinhibisi)
  • Perasaan hilang kendali
  • Kelelahan
  • Kecemasan
  • Psikopatologi yang telah ada sebelumnya (penyalahgunaan zat, patologi karakter, gangguan psikiatrik utama)
  • Masalah keluarga
  • Ancaman dan riwayat usaha bunuh din sebelumnya
  • Riwayat positif bunuh diri pada keluarga
  • Faktor risiko lain yang biasanya digambarkan pada pasien psikiatrik

CONSULTATION - LIAISON PSYCHIATRY (PSIKIATRI KONSULTASI­PENGHUBUNG)

Dalam psikiatri konsultasi-penghubung (consultation-liaison I C-L psychiatiy), yaitu suatu bidang keahlian yang berkembang dengan cepat dan semakin diperhatikan. Dokter psikiatrik berperan sebagai konsultan bagi sejawat kedokteran atau profesional kesehatan mental lainnya. Pada umumnya, psikiatnl C-L adalah berhubungan dengan semua diagnosis, terapetik, riset, dan pelayanan pendidikan yang dilakukan dokter psikiatrik di rumah sakit umum dan berperan sebagaijembatan antara psikiatrik dan spesialisasi lainnnya.

Dokter psikiatrik C-L harus mengerti banyak penyakit medis yang dapattampak dengan gejala psikiatrik. Alat yang dimiliki oleh dokter psikiatrik C-L adalah wawancara dan observasi klinis serial. Tujuan diagnosis adalah untuk mengidentifikasi gangguan mental dan respon psikologis tenhadap penyakit fisik, mengidentifikasi diri kepribadian pasien, dan mengidentifikasi teknik mengatasi masalah yang karakteristik dari pasien.. Rentang masalah yang dihadapi dokter psikiatrik C-L adaiah luas. Penelitian menunjukkan bahwa sampal 65 % pasien nawat map medis memiliki gangguan psikiatrik. Gejala paling sering adalah kecemasan, depresi, dan diorientasi.

Masalah konsultasl-penghubuñg yang serlng:

  • Usaha atau ancaman bunuh din
  • Depresi
  • Agitasi
  • Halusinasi
  • Gangguantidur
  • Gejala tanpa dasar onganmk
  • Disonientasi
  • Ketidakpatuhan atau menolak menyetujui suatu prosedur

TERAPI GANGGUAN PSIKOSOMATIS

Konsep penggabungan psikoterapetik dan pengobatan medis, yaitu pendekatan yang menekankan hubungan pikiran dan tubuh dalam penbentukan gejala dan gangguan, memerlukan tanggung jawab bersama di antara berbagai profesi. Permusuhan, depresi, dan kecemasan dalam berbagai proporsi adalah akar dan sebagian besar gangguan psikomatik. Kedokteran psikosomatik terutama mempermasalahkan penyakit-penyakit tersebut yang menampakkan manifestasi somatik.

Terapi kombinasi merupakan pendekatan di mana dokter psikiatrik menangani aspek psikiatrik, sedangkan dokter ahli penyakit dalam atau dokter spesialis lain menangani aspek somatik. Tujuan terapi medis adalah membangun keadaan fisik pasien sehingga pasien dapat berperan dengan berhasil, serta psikoterapi untuk kesembuhan totalnya. Tujuan akhirnya adalah kesembuhan, yang berarti resolusi gangguan struktural dan reorganisasi kepribadian. Psikoterapi kelompok dan terapi keluarga. Terapi keluarga menawarkan harapan suatu perubahan dalam hubungan keluarga dan anak, mengingat kepentingan psikopatologis dari hubungan ibu-anak dalam perkembangan gangguan psikosomatik. keluarga dan anak, mengingat kepentingan psikopatologis dari hubungan ibu-anak dalam perkembangan gangguan psikosomatik.

KESIMPULAN

  • Gangguan psikosomatis merupakan gangguan yang melibatkan antara pikiran dan tubuh. Hal ini berarti bahwa adanya faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis.
  • Komponen emosional memainkan penanan penting pada gangguan psikosomatis.
  • Manifestasi penyakit fisik juga sering diturunkan dan kepnibadian seseorang.
  • Gangguan psikosomatis dapat rnelibatkan berbagai sistem organ di dalam tubuh sehingga memerlukan penanganan secara terintegrasi dari ahli medis dan ahli psikiatri.
  • Pengobatan gangguan psikosomatik dani sudut pandang psikiatrik adalah tugas yang sulit.
  • Tujuan terapi haruslah mengerti motivasi dan mekanisme gangguan fungsi dan untuk membantu pasien mengerti sifat penyakitnya.
  • Tilikan tersebut harus menghasilkan pola perilaku yang berubah dan lebih sehat.
  • Terapi kombinasi sangat bermanfaat untuk mencapai resolusi gangguan struktural dan reorganisasi gangguan kepribadian.

shareSeriale

7 komentar: